Tidak dipungkiri banyak kendala yang dihadapi oleh penyuluh baik khususnya penyuluh agama Buddha yang berada di kabupaten maupun kanwil provinsi.
Sekilas Dasar Hukum:
1. Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 574 Tahun 1999 dan Nomor 178 Tahun 1999, tentang jabatan fungsional Penyuluh Agama dan Angka kredtnya.
2. Keputusan Menteri Negara Koordinator Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara, Nomor 54/KEP/MK.WASPAN/9/1999, tentang jabatan fungsional Penyuluh Agama dan Angka kreditnya, disebutkan bahwa tugas pokok Penyuluh Agama adalah melakukan dan mengembangkan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa agama.
Jadi, jelashlah sudah bahwa para penyuluh agama Buddha memang ada dan keberadaannya diatur oleh negara dengan Kepmen.
Tanpa bermaksud mengeluh, tulisan ini akan memaparkan kondisi, hambatan, rintangan, kendala, apapun namanya; yang dihadapi oleh para penyuluh agama Buddha:
1. Wilayah binaan yang luas dalam lingkup satu kabupaten, bahkan satu propinsi.
2. Kondisi wilayah/geografi wilayah binaan yang tidak mudah untuk dijangkau. (berupa pegunungan: Kab. Liwa)
3. Sarana dan prasarana penyuluhan yang kurang
4. Pengembangan kemampuan (skill) yang kurang. (proyek pengembangan yang dilakukan hanya sebagai arena reuni dan bagi-bagi berkah.
5. Berada pada Posisi yang ambigu, antara ada dan tiada. Penyuluh harus eksis di antara keberadaan, bhikkhu, Samanera, Pandita, Dhammacariya, Romo, Upasaka yang semuanya juga penceramah. Memang penyuluh bukan penceramah, tetapi kondisi dilapangan menuntut penyuluh adalah penceramah.
6. Kurangnya dukungan dari seluruh Majelis
7. Wilayah binaan yang terkotak-kotak daam beberapa sekte/aliran.
8. Justifikasi penyuluh dengan label sekte/aliran berdasarkan lulusan almamater.
9. Konsep penyuluhan yang tidak berkembang, kurang bahan multimedia untuk penyuluhan
10. Tidak ada kurikulum atau sejenisnya sebagai bahan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan tindak lanjut. Meskipun penyuluh harus up to date dengan materi penyuluhan dan bimbingannya.
11. Kurang berfungsinya lembaga/oragnisasi/kelompok kerja penyuluh
12. Alokasi untuk penelitian dan pengembangan penyuluh yang tidak diprioritaskan.
Kendala ini tidak akan sama pada daerah/wilayah binaan di propinsi lain, tetapi secara garis besar inilah gambaran kendala penyuluh agama Buddha.
Tidak etis rasanya jika hanya mengemukakan kendala tanpa disertai dengan kelebihan penyuluh:
1. Meskipun binaan terkotak-kotak dengan sekte atau aliran, umat Buddha masih mempercayai penyuluh sebagai Dhammaduta. Kehadiran penyuluh masih diharapkan oleh umat Buddha yang haus akan Dhamma. (ini hanya pada tahapan umat, bukan tahapan majelis)
Dhammapada Bab VI, Padita Vagga 77:
Biarlah ia memberi nasehat, petunjuk dan melarang apa yang tidak baik. Orang bijaksana akan dicintai oleh orang baik dan dijauhi oleh orang jahat.
2. Walaupun tidak ada penghargaan terhadap tugas mulia penyuluh, setidaknya masih ada KusalaKamma atau Kamma baik yang siap berbuah.
Dhammapada Bab V, Bala Vagga 68:
Bila suatu perbuatan setelah selesai dilakukan tidak membuat orang menyesal, maka
perbuatan itu adalah baik. Orang itu akan menerima buah perbuatannya dengan
hati yang gembira dan puas.
3. Dengan fungsi pendidikan penyuluh masih dapat melakukan pembinaan dengan mengajar pada perguruan tinggi sebagai dosen.
Tugasnya: Mengubah hambatan menjadi tantangan dan berakhir dengan kesuksesan.
DAFTAR BACAAN
Departemen Agama RI, Operasional Penyuluh Agama, 1996/1997
Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama Dan Angka Kreditnya, 2000
Tim Penterjemah Kitab Suci agama Buddha. Kitab Suci Dhammapada. CV Dewi Kayana 2002.