Jumat, 21 Desember 2012

Manfaat Mengembangkan Cinta Kasih

Na hi verena verāni, sammantῑdha kudācanaṁ
Averena ca sammanti, esa dhammo sanantano

Dalam dunia ini, kebencian tidak pernah dapat dilenyapkan dengan kebencian,
kebencian hanya dapat dilenyapkan dengan tanpa membenci dan saling memaafkan.
Ini adalah kebenaran abadi.
(Dhammapada I:5)

”Jika, O para bhikkhu, pembebasan pikiran dengan cinta kasih dikembangkan dan ditumbuhkan, sering dilatih, dijadikan kendaraan dan landasan seseorang, ditegakkan dengan mantap, disatukan, dan dijalankan dengan tepat, maka sebelas berkah bisa diharapkan. Apakah yang sebelas itu?
Dia tidur dengan nyaman; dia bangun dengan nyaman; dia tidak bermimpi buruk; dia dicintai oleh manusia; dia dicintai oleh makhluk bukan-manusia; dia dilindungi oleh para dewa; api, racun dan senjata tidak bisa melukainya; pikirannya mudah terkonsentrasi; ekspresi wajahnya tenang; dia akan meninggal dengan tidak bingung; dan jika pencapaiannya belum tinggi, dia akan terlahir kembali di alam Brahma.”

Dia tidur dengan nyaman
Banyak orang ketika hendak tidur, tidak langsung tertidur lelap. 15 menit, 30 menit, 1 jam kemudian baru bisa tertidur. Itupun tidur dalam kondisi yang kurang nyaman, sebentar-sebentar terbangun. Bahkan ada yang tidur sambil mendengkur, jadi tidak tidur dengan nyaman. Tidur nyaman disini maksudnya adalah ketika seseorang mau tidur, saat badan menempel kasur dan kepala menyentuh bantal, dalam hitungan detik dia langsung tertidur pulas.

Dia bangun dengan nyaman
Bila seseorang saat tidur dalam keadaan yang kurang nyaman, maka dia akan bangun dengan tidak nyaman. Ketika bangun dia masih mengantuk, badan pegal-pegal, bahkan kepala pusing. Tetapi apabila tidur dengan nyaman, maka dapat bangun dengan nyaman pula. Saat bangun tidur badan dan pikiran menjadi segar.

Dia tidak bermimpi buruk
Dalam tidur kerap kali kita bermimpi, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Ada seseorang saat tidur terlihat gelisah, berkeringat, bahkan ada yang tiba-tiba lompat dari tempat tidurnya sambil berteriak. Hal ini disebabkan karena dia bermimpi buruk. Ada juga seseorang ketika tidur terlihat sangat tenang. Apabila dia sedang bermimpi, mimpi yang muncul pasti yang menyenangkan, yang baik, yang menggembirakan, seolah-olah sedang berkumpul dengan orang-orang yang dicintai, melakukan puja bakti, bermeditasi, atau mendengarkan Dhamma.

Dia disayangi oleh manusia
Ketika kita berada di dekat orang yang baik, penuh dengan cinta kasih, kita bisa merasakan ketentraman, kita merasa aman. Kita selalu ingin berada di dekat orang tersebut. Dimanapun dia berada, dia selalu diterima dan disambut dengan baik, seperti seorang anak kesayangan yang pergi jauh kemudian kembali lagi ke rumahnya, dia akan disambut dengan penuh sukacita oleh anggota keluarganya.

Dia disayangi oleh makhluk bukan-manusia
Tidak hanya anggota keluarga saja yang menyambut kehadirannya, bahkan para makhluk yang bukan-manusia akan selalu menantikan kedatangannya, karena keberadaan orang yang baik yang dipenuhi dengan cinta kasih selalu bisa menciptakan kedamaian bagi semua makhluk.

Dia dilindungi oleh para dewa
Apabila dia mengalami suatu masalah, banyak yang bersedia menolongnya. Para dewa pun dengan senang hati menolong orang ini, dan akan selalu melindunginya dimanapun dia berada.

Api, racun dan senjata tidak bisa melukainya
Pada masa Sang Buddha, ada seorang umat awam bernama Sāmavatῑ. Dia adalah siswi yang paling terampil dalam mengembangkan cinta kasih universal dan salah satu ratu dari Raja Udena. Suatu ketika dia mendapatkan fitnah dari Ratu Māgandi, dengan cara berusaha memancing kemarahan Raja Udena. Raja Udena memiliki kegemaran memainkan kecapi karena musiknya dapat mengundang gajah-gajah datang menghampirinya. Ratu Māgandi mengetahui kebiasaan Raja Udena dan dia mempunyai siasat licik untuk mencelakai Ratu Sāmavatῑ. Ratu Māgandi menyimpan seekor ular kobra kecil di sebuah kotak bambu yang diam-diam dimasukkan ke dalam kecapi milik raja. Seminggu sekali raja selalu menemani salah seorang ratunya dan beliau selalu membawa kecapinya kemanapun ia pergi.

Ketika raja hendak pergi ke istana Ratu Sāmavatῑ, Ratu Māgandi berkata kepadanya, ”Tuanku, Sāmavatῑ adalah seorang pengikut Samana Gotama. Ia tidak menghargai hidupmu lebih dari nilai sehelai rumput. Ia selalu ingin mencelakaimu. Berhati-hatilah.”
Setelah raja melewati tujuh hari bersama ratu Sāmavatῑ, ia mendatangi ratu Māgandi yang berkata, ”Bagaimana, Tuanku, apakah Sāmavatῑ berpeluang mencelakaimu?” Kemudian, ia mengambil kecapi dari tangan raja, dan mengguncangnya, ia berseru, ”Mengapa ada benda hidup yang bergerak di dalam kecapi ini!”

Dan setelah dengan hati-hati ia membuka lubang kecil di kecapi itu, ia berseru, ”O! Mati aku! Ada ular di dalam kecapi ini!” Ia menjatuhkan kecapi itu dan berlari menjauhinya. Ular  keluar dari kecapi itu dan kejadian ini cukup untuk membangkitkan kemarahan raja. Bagaikan hutan bambu yang terbakar, raja mendesis marah dan berteriak, ”Pergi dan bawa Sāmavatῑ dan seluruh pelayannya ke sini!” Para pengawal segera mematuhinya.

Ratu Sāmavatῑ mengetahui bahwa raja marah kepada mereka. Ia menasehati para pelayannya untuk memancarkan cinta kasih kepada raja sepanjang hari. Ketika mereka dibawa menghadap raja, Sāmavatῑ dan para pelayannya berbaris di hadapan raja yang siap dengan busur dan panah beracun. Mereka tetap memancarkan cinta kasih kepada raja. Raja tidak mampu menembakkan anak panah dan juga tidak dapat menurunkan busur dan anak panah itu. Keringat mengalir di seluruh tubuhnya yang gemetar. Mulutnya meneteskan air liur. Ia menyerupai orang yang tiba-tiba kehilangan kesadarannya.

Ratu Sāmavatῑ berkata, ”Tuanku, apakah engkau merasa letih?” Raja menjawab, ”Ratuku, aku memang merasa letih. Papahlah aku.” ”Baiklah, Tuanku,” ia berkata, ”Arahkan panahmu ke bawah.” Raja mengarahkan panahnya ke bawah. Kemudian Sāmavatῑ berkehendak, ”Semoga anak panah itu terlepas.” Dan seketika anak panah beracun itu jatuh ke lantai.

Pada saat itu Raja Udena pergi dan merendam tubuhnya dalam air dan dengan pakaian dan rambut basah ia menjatuhkan dirinya di kaki Sāmavatῑ, dan berkata, ”Maafkan aku, Ratuku. Aku bodoh sekali menuruti anjuran Māgandi.”
”Aku memaafkanmu, Tuanku” Sāmavatῑ berkata. ”Baiklah, O Ratu, engkau sungguh seorang pemaaf. Mulai saat ini engkau bebas memberikan persembahan kepada Buddha. Berilah persembahan dan pergilah ke vihāra Buddha pada malam hari untuk mendengarkan khotbah. Mulai saat ini engkau akan dilindungi.”

Kisah tentang Ratu Sāmavatῑ ini menjelaskan bahwa dengan kekuatan cinta kasih anak panah beracun tidak dapat melukainya. Selain itu orang yang memiliki cinta kasih dengan mudah memaafkan kesalahan orang lain yang ingin mencelakainya bahkan ingin membunuhnya.

Pikirannya mudah terkonsentrasi
Pikiran yang sering diisi dengan cinta kasih sulit dipengaruhi oleh hal-hal buruk, karena pikirannya selalu diarahkan pada harapan ‘agar semua makhluk berbahagia’,
sehingga orang seperti itu memiliki pikiran yang tenang. Pikiran yang tenang mudah terkonsentrasi.

Ekspresi wajahnya tenang
Mereka yang sering mengembangkan cinta kasih tidak pernah menaruh pikiran curiga kepada orang lain, dia mudah memaafkan kesalahan orang lain. Pikirannya selalu berbahagia sehingga ekspresi wajahnya terlihat tenang

Dia akan meninggal dengan tidak bingung
Menjelang meninggal, orang pada umumnya akan cemas dan bingung. Orang akan mengingat kembali perbuatan yang dilakukannya semasa hidup. Apakah akan terlahir di alam surga atau di alam yang lebih rendah, itulah yang dia pikirkan yang membuatnya jadi bingung. Tetapi ketika ingat bahwa ternyata selama hidupnya selalu mengisi pikirannya dengan cinta kasih, tidak mudah marah, selalu memaafkan kesalahan musuh-musuhnya, maka pikirannya menjadi tenang, dia yakin bahwa kekuatan kebajikan akan membawanya terlahir kembali di alam bahagia. Dengan demikian tidak ada lagi kebingungan ketika dia akan meninggal.

Jika pencapaiannya belum tinggi, dia akan terlahir kembali di alam brahma
Satu hal yang menjadi tujuan hidup adalah bebas dari dukkha, menjadi Arahatta. Tetapi pada kenyataannya, ketika meninggal belum mencapai yang dituju, maka dia akan mengalami kelahiran kembali. Dengan ketekunannya mengembangkan pikiran cinta kasih yang universal dapat menyebabkan dia terlahir di alam Brahma.
Sumber:
Aṅguttara Nikāya XI,16; Visuddhi Magga IX, 59-76; Riwayat Agung Para Buddha buku ketiga, 3046-3048; Dhammapada I:5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar